Social Icons

Jumat, 25 Juli 2014

Scary



Tirai jingga menutupi jendela, tidak sedikitpun menyisakan celah. Telah bertahun-tahun, dan ruangan ini sama sekali tak asing bagiku. Mungkin malam ini memang berbeda. Mungkin setiap hari aku begini. Mungkin hanya aku saja yang tak lagi mampu mengingkarinya.
Pikiran kita memiliki kecepatan tak hingga perihal berpindah dari satu ranah menuju ranah lainnya. Dari masa yang silam menuju masa yang belum juga tiba.
Untukku, ini babak ke-tujuh belas. Tentunya semua pun bisa menghitung. Namun, malam ini, di bawah sinar lampu yang urung kupadamkan, kuhitung tahun demi tahun dan bertanya; sudah sejauh mana aku melangkah? Seberapa panjang sisa perjalananku kelak?

Pernah entah kapan, aku melakukan hal yang persis sama. Di tahun terakhir sekolah dasar, aku berusaha menerka, “akan seperti apa aku di tahun depan?” Di tahun terakhir sekolah menengah pertama, aku juga mempertanyakannya, “akan seperti apa aku di tempat berikutnya?” Padahal, ternyata semua tidak seberat yang kita duga setelah kita terbiasa menjalaninya.

Dan malam ini, hal serupa pun terjadi.

Jika kamu bertanya kenapa kupikirkan ini semua, tak lain karena banyak hal telah menimpa. Momen demi momen serupa bata demi bata yang menyusun kita hingga menjadi diri kita yang sekarang. Satu saja bata tanggal, mungkin kita tak akan lagi sama seperti sediakala. Betapa berartinya momen dan cara kita memandang. Kadang aku benci betapa mengerikannya ketidakpastian akan momen-momen di masa depan, dan akan seperti apa kelak diriku dibuatnya.
Semesta bergerak. Kita berubah. Terlebih lagi jalan masih amat panjang terbentang.
Terlalu saru antara penasaran, tak sabar, atau justru khawatir.

Ini baru sepersekian hidupmu, untuk apa kamu khawatir?

Justru karena itulah aku bertanya. Dan, oh, soal angka. Tak ada bedanya kita hidup tujuh belas ataupun seribu tahun. Karena yang kelak orang dan Tuhan kenang adalah apa yang kita perbuat. Bilangan hanyalah pelipur lara untuk orang seperti kita yang mungkin akan mati tanpa meninggalkan kesan berarti. Pada akhirnya, akan selalu ada hal yang kita harap telah kita lakukan. Akan selalu ada kata yang kita harap sempat terucap. Namun, di sinilah kita. Di sinilah aku sekarang. Berharap perkara usia membuatku merasa sedikit lebih baik.
So scared of getting older, I’m only good at being young. So, I play the number games to find a way to say that life has just begun.

Seiring detik berganti dan momentum hadir, segalanya kelak berubah. Mungkin kita terlalu sibuk memungut detik demi detik, sampai kita lupa untuk apa. Terlalu sering menghitung angka ketimbang seberapa tulus kita menghidupi mimpi dalam dunia yang terus berekspansi.

Jarum jam menunjuk pukul dua belas. Kuputuskan untuk memejamkan mata.

Dan seperti hari yang sudah-sudah, aku akan terus bertanya seberapa besar perubahan yang kelak tiba, seberapa banyak penyesalan dan tahun yang kurasa sia-sia belaka. Tanpa sadar bahwa saat aku terbangun nanti, mungkin aku bukan lagi orang yang sama. Dan di masa yang akan datang, barangkali kita akan sama-sama menertawai kebodohan kita yang merasa tidak ke mana-mana hanya karena alasan usia—padahal kita telah berkembang sebegini pesat.
It’s not the years in your life that count. It’s the life in your years.

Rabu, 23 Juli 2014

Coretan sederhana



Hai, apa kabar?
Lucu rasanya ketika menjalani sesuatu yang dirasa stagnan, tapi ternyata saat kita menengok ke belakang, semua tak lagi sama.
Mungkin saya masih manusia yang selalu inevitably overthinking, benci tempat ramai, jarang memilih tapi sekalinya memilih sukar berganti pilihan, tidak suka musik era digital, paling bahagia setelah baca novel genre Fantasi , bodoh dalam hal basa-basi, tapi semangat setengah mati kalau diajak bicara tentang kehidupan.
Bersamaan dengan itu, nyatanya saya berubah. Tidak takut menyeberang jalan sendiri. Tidak takut bolos sekali-sekali kalau memang datang tapi sia-sia.
Katanya, mustahil kita tertawa karena lelucon yang sama berkali-kali, tapi saya tidak percaya. Ada banyak hal yang lucu dan tetap lucu bagi saya sampai bertahun-tahun ke depannya. Ada juga hal yang menyedihkan dan tetap seperti itu sampai entah kapan.
Omong-omong, sudah lama kita jadi objek lawakan semesta.
Kadang saya pikir ini sejenis survival game yang sengaja dirancang, dipersulit, dipermainkan, dan ditertawakan oleh seisi semesta layaknya acara televisi. Kita itu payah. Drama kejar tayang.
Mungkin apa yang kita anggap tragedi bisa ganti wajah jadi komedi satu hari nanti.



Tapi sepertinya bukan hari ini.

 
 
Blogger Templates